Momentum News – Polemik seputar fasilitas bandar udara di kompleks Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) telah menjadi sorotan nasional yang serius. Publik, didukung oleh laporan jurnalistik dan keprihatinan beberapa pejabat negara, menyebutnya “bandara siluman” karena ketiadaan pengawasan kedaulatan yang esensial, seperti pos Bea Cukai dan Imigrasi, pada fasilitas yang praktis melayani lalu lintas orang dan barang layaknya bandara internasional.
Sebagai lembaga yang fokus pada penegakan hukum dan akuntabilitas publik, kami melihat isu ini bukan sekadar persoalan teknis perizinan, tetapi indikasi kritis dari kelemahan tata kelola negara dan pelanggaran etika publik dalam menghadapi kepentingan korporasi raksasa.
Pijakan Hukum: Tidak Ada Zona Bebas Kedaulatan di Republik Ini
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan telah mengatur secara jelas bahwa setiap pembangunan dan pengoperasian bandar udara, baik umum maupun khusus, harus melalui prosedur perizinan yang ketat dari Kementerian Perhubungan. Klaim IMIP sebagai “bandara khusus” tidak serta merta membebaskannya dari kewajiban pengawasan negara.
-
Kewajiban Lintas Sektor: Isu paling krusial bukan hanya izin Kemenhub, tetapi peran Bea Cukai dan Imigrasi. Jika fasilitas tersebut terbukti melayani mobilitas internasional (sebagaimana disiratkan oleh laporan legislator tentang lalu lintas yang tinggi), maka ketiadaan pengawasan Bea Cukai dan Imigrasi adalah pelanggaran kedaulatan fiskal dan keimigrasian yang tak terampuni. Ini menciptakan celah hukum yang sangat berbahaya untuk penyelundupan, pelanggaran keimigrasian, dan isu keamanan nasional.
-
Audit adalah Kunci: Penentuan status legal harus mengacu pada bukti dokumen. Pemerintah wajib memverifikasi secara transparan: Apakah izin pembangunan dan sertifikat laik operasi (Kemenhub) sudah diterbitkan? Apakah dokumen lingkungan (AMDAL/UKL-UPL) telah diuji? Perbedaan antara ‘sekadar terdaftar’ dan ‘memenuhi syarat operasional penuh’ harus diungkap.
Implikasi Etika-Politik: Kemunafikan dan Kegagalan Akuntabilitas
Dinamika politik dalam polemik ini menampilkan sinyal yang mengkhawatirkan.
-
Kegagalan Tanggung Jawab: Jika pejabat negara di tingkat pusat atau daerah mengetahui sejak awal mengenai perencanaan atau pengoperasian bandara tanpa pengawasan kedaulatan yang memadai, namun memilih bersikap pasif atau membela tanpa basis bukti yang kuat, maka itu adalah kegagalan moral dan tanggung jawab publik. Ini menegaskan kecurigaan publik tentang kemunafikan politik—di mana politik hadir untuk mencari kambing hitam setelah isu terkuak, bukan untuk menegakkan aturan sejak awal.
-
Kepentingan Korporasi vs. Kepentingan Publik: Korporasi memiliki hak untuk membangun infrastruktur pendukung, namun hak ini terikat pada ‘kontrak sosial’ untuk mematuhi hukum, keselamatan, dan, yang terpenting, mengakui kedaulatan penuh negara atas wilayah operasinya. Fasilitas swasta tidak boleh beroperasi layaknya ‘zona bebas negara’ di dalam wilayah kedaulatan NKRI.
Tuntutan dan Rekomendasi Konkret
Untuk memulihkan kepercayaan publik, menjaga kedaulatan, dan membersihkan tata kelola, kami mendesak langkah-langkah konkret dan transparan sebagai berikut:
-
Audit Gabungan Transparan: Segera bentuk tim audit gabungan independen (bukan sekadar audit internal sektoral) yang melibatkan Inspektorat Jenderal Kemenhub, Kemenkeu (Bea Cukai), Kemenkumham (Imigrasi), KemenLHK, dan BPK. Temuan audit (ringkasan pelanggaran dan rekomendasi) wajib dipublikasikan kepada publik.
-
Penegasan Status Operasi: Jika terbukti bandara melayani fungsi internasional tanpa pos kedaulatan, segera lakukan tindakan administratif tegas (misalnya, pembatasan operasi hingga standar pengawasan dipenuhi) untuk memastikan tidak ada aktivitas tersembunyi yang merugikan negara.
-
Transparansi Dokumen: Kemenhub dan Pemda Morowali harus segera mempublikasikan semua dokumen perizinan yang diklaim IMIP sudah dimiliki (izin pembangunan, sertifikat laik operasi, AMDAL, izin lokasi) melalui portal resmi JDIH atau Kemenhub. Transparansi adalah antivirus terbaik melawan politisasi isu.
-
Investigasi Pidana: Jika audit menemukan indikasi kuat adanya manipulasi dokumen, penyalahgunaan wewenang, atau tindak pidana lintas sektor (seperti pemalsuan atau penyelundupan), aparat penegak hukum harus mengusut tuntas hingga ke aktor intelektualnya, termasuk oknum di birokrasi yang mungkin terlibat.
Polemik “Bandara IMIP” adalah momentum untuk menguji komitmen negara terhadap kedaulatan dan akuntabilitas. Hanya melalui verifikasi dokumen yang berbasis fakta, audit yang transparan, dan penegakan hukum yang tanpa pandang bulu, kebenaran dapat ditegakkan. Upaya mencari kambing hitam tanpa fakta adalah penghinaan terhadap kecerdasan publik. Negara harus hadir, memastikan bahwa di setiap jengkal tanah Republik, kewajiban hukum dan kedaulatan adalah harga mati yang tidak dapat dinegosiasikan dengan kepentingan korporasi mana pun.
Oleh: Ch. Harno, Ketua YLBH Samin Sami Aji


